- Home>
- Islam dan kebudayaan jawa >
- TRADISI KLIWONAN DI KABUPATEN BATANG
Posted by : Fanila Salsabila
Sunday, 21 June 2015
TRADISI KLIWONAN DI KABUPATEN BATANG
LAPORAN PENELITIAN
Disusun Guna Memenuhi Tugas Akhir
Mata Kuliah : Islam dan Budaya Jawa
Dosen Pengampu : M. Rikza Chamami, M.Si.
Disusun Oleh :
Farda
Naila Salsabila ( 123411039)
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2015
I.
PENDAHULUAN
“Beda daerah,
beda tradisi” itulah kiranya untuk menggambarkan kekhasanahan budaya yang
terdapat di setiap daerah di Indonesia. Begitu pula di Kabupaten Batang yang
juga mempunyai tradisi Khas Kliwonan yang di laksanakan setiap malam Jum’at
Kliwon di alun-alun Batang. Tradisi Pasar Kliwonan ini merupakan salah satu
adat atau tradisi yang sampai sekarang masih dipertahankan keberadaannya.
Tradisi ini erat kaitannya dengan cikal bakal berdirinya kota Batang. Oleh
karena itu, masyarakat Kabupaten Batang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai
yang terkandung dalam tradisi ini. Seiring dengan berlalunya waktu, maka fungsi
tradisi ini bergeser dari kegiatan pengobatan penyakit menjadi Pasar Kliwonan. Masyarakat
Batang berbondong-bondong menuju alun-alun untuk menikmati tradisi Kliwonan
pada malam Jum’at Kliwon yang didapuk sebagai malam yang angker di Indonesia. Berbagai
mitos bermunculan dan membuat penasaran penulis untuk menelusuri sejarah
terdahulu yang melatarbelakangi tradisi kliwonan ini.
Sehingga dalam
penelitian ini penulis akan meneliti lebih lanjut tentang Tradisi Kliwonan di
Kabupaten Batang.
II.
LANDASAN
TEORI
Tradisi
Pasar Kliwonan di Kabupaten Batang terjadi setiap 35 hari atau “selapan dina”
menurut perhitungan Jawa. Bagi masyarakat Batang keberadaan tradisi ini
mempunyai makna tersendiri karena erat kaitannya dengan sejarah berdirinya Kota
Batang. Tradisi ini mencakup hari Kamis Wage dan malam Jumat Kliwon serta hari
Jumat Kliwonnya. Pada masa lalu, malam
Jumat Kliwon merupakan waktu pelaksanaan pengobatan/penyembuhan bagi
orang-orang yang sakit/terkena guna-guna. Tempatnya di depan Masjid Jami’ atau
Masjid Kauman yaitu di alun-alun yang merupakan pusat kota. Biasanya waktu penyembuhan
ditonton oleh banyak orang yang tertarik untuk melihat. Orang yang melakukan
penyembuhan biasanya melakukan kaul/janji apabila sembuh nanti. Dalam proses
penyembuhan orang itu membuang pakaian yang bekas dipakai untuk membuang
penyakit yang melekat.
Kemudian
orang itu membagikan “jadah pasar”
(berbagai jenis jajanan
tradisional yang biasanya dijual di pasar)
dan uang logam kepada orang–orang yang menonton
agar di kemudian hari ia mendapatkan
rejeki. Tahapan selanjutnya adalah acara guling badan di hamparan rumput yang hijau serta terakhir
membasuh muka di Masjid
Jami’.
Dalam pelaksanaannya, terjadi percampuran
antara tradisi/adat istiadat dengan ajaran Islam. Dikatakan ada percampuran antara tradisi/adat istiadat
dengan ajaran agama Islam karena pada waktu itu orang yang bertugas melakukan pengobatan menggunakan semacam upacara
ritual dengan memakai sesaji dan doa-doa tertentu.
III.
KONDISI
LAPANGAN
Kabupaten
Batang merupakan kabupaten yang paling muda di Jawa Tengah. Hal ini dikarenakan
jaman dulu Batang pernah bersatu dengan Kabupaten Pekalongan, tepatnya tahun
1934 pada masa Malaise Meleset (beruiniging) ketika Pemerintah Hindia
Belanda bangkrut. Kabupaten Batang terletak antara 6051146”
dan
7011147”
Lintang
Selatan dan antara 109040119”
dan
110003106”
Bujur
Timur. Sedangkan batas-batasnya sebagai berikut.
Sebelah barat : Kota dan Kabupaten
Pekalongan.
Sebelah timur : Kabupaten Kendal.
Seabelah utara : Laut Jawa.
Sebelah selatan : Kabupaten Wonosobo dan
Banjarnegara.
Menurut kamus Kawi-Indonesia karangan Prof. Drs. Wojowasito, Batang berarti: (1) plataran,
(2) tempat yang dipertinggi, (3) dialahkan, dan (4) kata bantu bilangan (footnote). Dalam Bahasa Indonesia (juga
Bahasa Melayu) Batang berarti sungai, dan dalam
kamus Jawa-Indonesiaa karangan
Prawiroatmojo berarti terka/tebak. Atas dasar arti kata tersebut di atas maka dalam hubungan alami yang ada di lokasi yang ada sekarang ini maka yang agak tepat adalah: sebuah
plataran (platform) yang agak ketinggian dibandingkan dengan dataran sekitarnya maupun bila dilihat
dari puncak pegunungan di sekitarnya,
juga bila dipandang dari Laut Jawa[1].
Di
Kabupaten Batang terdapat alun-alun yang sangat ramai pada malam Jum’at Kliwon.
Alun-alun ini terletak di depan masjid Kauman Batang. Kemacetan Jalan Pantura
sering terjadi karena ramainya pengunjung yang datang berbondong-bondong dari
berbagai daerah. Tak hanya para pengunjungnya saja, ternyata para pedagang yang
berjualanpun banyak yang berasal dari luar Kota Batang. Sehingga pada malam
Jum’at Kliwon ini alun-alun Batang dipenuhi oleh barang dagangan yang beraneka
ragam, mulai dari jajanan khas Batang, manisan, baju, mainan, perabotan rumah
tangga dan masih banyak lagi.
IV.
ANALISA
LAPANGAN
Dalam penelitian ini peneliti hanya melakukan pengamatan atau observasi.
Yang diamati oleh peneliti yaitu interaksi sosial antara
pedagang dan pengunjung serta suasana yang tercipta antara pedagang dan
pengunjung di Pasar Kliwonan. Menurut Moleong, ada beberapa
alasan mengapa dalam penelitian kualitatif pengamatan dimanfaatkan sebesar-
besarnya: (1) teknik pengamatan
ini ini didasarkan atas pengamatan
secara langsung, (2) teknik
pengamatan juga
memungkinkan melihat
dan mengamati
sendiri, kemudian mencatat perilaku
dan kejadian sebagaimana yang terjadi
pada keadaan sebenarnya.[2]
Seiring dengan berjalannya
waktu, peristiwa Kliwonan yang
semestinya berjalan dengan sakral telah beralih fungsi menjadi kegiatan
yang bersifat menghibur karena sekarang banyak orang yang berjualan
di alun-alun. Selain
itu, orang yang datang untuk berobat pun semakin jarang dan bahakan mungkin sekarang
sudah tidak ada lagi. Sehingga di malam Jumat
Kliwon
terjadi
keramaian yang disebabkan oleh adanya pasar malam yang semestinya menjadi tempat penyembuhan/pengobatan bagi orang yang sakit.
Kegiatan ritual malam Jum’at kliwon sudah sejak dulu dilakukan oleh masyarakat, walaupun sekarang kegiatan itu sudah mengalami pergeseran fungsi yang cukup drastis.
Walaupun begitu, pada malam Jumat Kliwon
selalu dilakukan 2 peristiwa penting yaitu nyekar dan kegiatan pada malam Jumat Kliwonnya.
1.
Nyekar
Sebagai
layaknya masyarakat Jawa, pada hari Kamis Wage
sore banyak orang yang berziarah
ke makam anggota keluarga atau leluhurnya, untuk nyekar dan mengirim doa. Secara umum
nyekar dapat diartikan sebagai mengunjungi makam keluarga atau leluhur untuk
menabur bunga dan mengirim doa. Biasanya mereka
pergi ke makam bersama keluarga atau rombongan. Di sana selain mengirim doa juga membersihkan batu nisan
milik anggota keluarga Sementara malamnya
beberapa kalangan terutama
para
tetua
mengadakan acara nyepi, baik
dilakukan di rumah kediaman atau tempat-tempat yang dianggap keramat,
bertuah, hening, dan mempunyai unsur gaibnya.
2.
Malam Jumat Kliwon
Setelah
sorenya melakukan nyekar ke makam,
maka
pada malam harinya masyarakat berbondong-bondong pergi
ke
alun-alun
untuk menikmati Pasar Kliwonan yang terjadi setiap 35
hari itu. Di sana banyak pedagang
yang berjualan barang-barang, misalnya
makanan, minuman, kerajinan,
pakaian, dan lain sebagainya yang harganya terjangkau. Dalam pelaksanaannya, suasana mistik masih dapat dijumpai, antara lain adanya sugesti/kepercayaan bahwa apabila seseorang
berjualan di Pasar Kliwonan maka sesudah malam itu dagangannya akan selalu laris terjual.
Oleh sebab itu, pedagang yang datang tidak hanya berasal dari dalam
kota saja, tetapi banyak juga yang dari luar kota. Selain itu, ada juga anggapan
bahwa apabila seseorang belum mendapatkan jodoh/pasangan, maka dengan pergi ke alun-alun pada malam Jumat Kliwon jodoh/pasangannya akan dekat. Entah anggapan itu benar atau
tidak tetapi banyak orang yang masih mempercayainya.
Terlepas dari suasana mistiknya,
tradisi Pasar Kliwonan memang mempunyai arti dalam
sejarah berdirinya Kota Batang.
V.
KESIMPULAN
Dari penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan Tradisi Kliwonan sudah dilaksanakan sejak jaman dahulu.
Dulunya malam
Jumat Kliwon digunakan untuk pengobatan/penyembuhan
bagi
masyarakat yang terkena guna-guna atau
sakit.
Seiring berlalunya waktu, maka terjadi pergeseran
fungsi yang cukup drastis. Hal ini dikarenakan masyarakat sudah banyak yang beralih
ke pengobatan yang lebih modern dan semakin banyaknya orang
yang berjualan di malam Jumat Kliwon,
sehingga mengganggu kesakralan kegiatan pengobatan.
Sekarang pada malam Jumat Kliwon berlangsung pasar malam yang
menjadi tempat bagi pedagang untuk mencari
penghasilan. Ada berbagai mitos yang muncul seperti orang yang berdagang di
Pasar Jum’at kliwon yang terletak di alun-alun Kabupaten Batang, maka
dagangannya akan laris.
VI.
DAFTAR
PUSTAKA
Moleong
Lexy,
J.
2000.
Metodologi
Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Sekretariat Daerah. 2002. Sejarah Batang: Suatu Studi Pendahuluan. Batang: Bagian
Organisasi Sekretariat Daerah
Kabupaten Batang
permisi mbak firda ... mau ijin copy ya ... moga bermanfaat
ReplyDelete